Finish line of 2100 km

14.09.00 Febry Meuthia 0 Comments

Yes. Kami sekeluarga. Saya, suami dan Raafi, sudah melampaui 2/3 bagian dari 2100km yang kami jalani.

Malam pertama di Semarang, Malam kedua di Jombang, ketiga di Blitar, keempat di Pacitan dan selesai ber cave tubing di Kali Suci, kami mengarah ke kota Jogjakarta untuk menginap semalam.

Perjalanan sekitar 47 km melalui rute 3, Semanu - Wonosari, Wonosari - Jogjakarta kami nikmati dengan santai, ramai lancar, beberapa agak tersendat padat, karena masih dalam suasana liburan lebaran.

Kami sempat berhenti sebentar di restoran Bukit Indah di Km 15 Wonosari. Sebuah restoran dan hotel yang berada di ketinggan 150 m diatas kota Jogjakarta.





Duduk-duduk menikmati pisang goreng, kopi, teh dan penganan kecil lainnya di sini sambil menikmaati pemandangan Jogjakarta dari ketinggian.

Usai "high tea" yang bisa diartikan secara harfiah, menikmati teh di tempat tinggi, hehehe, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat kami menginap di Hotel Griya Desa di jalan Palagan Tentara Pelajar.



Hotel nya cukup jauh dari Malioboro dan ternyata adalah pilihan terbaik pada saat liburan lebaran di Jogjakarta. Kami menemukan satu analogi yang paling tempat untuk menggambarkan hiruk pikuknya Jogjakarta pada saat liburan lebaran yakni "Kemanapun mudiknya, mampirnya selalu ke Jogja"

Bukan cuma mereka yang mudik ke Jawa Timur, Jawa Tengah yang mampir ke Jogja, bahkan mereka yang mudik ke Jawa Baratpun banyak yang juga mampir ke Jogja. Jadi bisa dibayangkan semua seperti tumplek blek di Malioboro dan sekitarnya.

Esok paginya kami paksakan untuk ke Pasar Beringharjo, meski jalan menuju kesananya macet dan ramai, karena kami ingin membeli buah tangan wajib jika ke Jogja, yakni burung dara goreng. Yup, burung dara yang seperti dijual di warung-warung lesehan Malioboro, bisa kita beli ungkepannya di pasar Beringharjo. Bungkus rapet, sampe di rumah tinggal digoreng. Yummmm....

Beres beli oleh-oleh di Beringharjo, kami bergegas meninggalkan Jogja, kebetulan saat itu hari Jumat, jadi suami dan anaklanang harus melaksanakan sholat Jumat, jadilah kami berhenti di Sleman untuk sholat Jumat. Yang lucunya, khotbah disampaikan dalam bahasa Jawa, sementara suami saya, walaupun ayahnya Jawa tapi buta sama sekali bahasa Jawa, hahaha. Ga ngerti niyee

Dari Sleman kami melanjutkan perjalanan yang macet, ke Magelang, Secang dan berbelok ke Barat Laut ke arah Temanggung terus ke Parakan mengarah ke Wonosobo untuk menuju ke Dieng Plateu. Tadinya kami berencana makan siang di warung Bu Carik di Parakan yang terkenal dengan brongkosnya. Sayang warungnya tutup. libur lebaran

Kami sampai di dataran tinggi Dieng atau Dieng Plateu, sore hari, matahari nyaris terbenam, namun kami masih sempat berfoto-foto di telaga warna, candi Arjuna bahkan belanja cabe gendot segar.






Oh iya, kami juga menonton pemutaran film tentang Dieng Plateu di teater khusus.

Selepas Maghrib, kami menanyakan arah menuju ke Guci, kami mendapatkan petunjuk jalan alternatif (lagi) yang dengan senang hati kami pilih karena pengalaman saat melalui jalan utama pada perjalanan kali ini, selalu saja ramai dan macet, apalagi jika jalan utamanya adalah Pantura, lebih baik kami hindari.


Kami menyusuri jalan pegunungan yang sepi dri Dieng Plateu mengarah ke Kajen, menuju Pemalang, bertemu sebentar dengan arus macet di jalur Pantura, kemudain berbelok ke Selatan, menuju Balapulang dan lanjut ke Guci.

Dan karena sudah terlatih selalu melewati jalan sepi di gunung serta hutan, saya bukannya tidak takut, tapi ya dinikmati saja ketakutan itu. Lebih mending takut sih, daripada macet.

Di Guci kami istirahat sambil berendam air panas untuk menghilangkan penat-penat perjalanan dan petualangan, dan esok paginya kami melanjutkan perjalanan kembali ke Bekasi.




Sempat berhenti lagi untuk membeli telur asin Setuju Jaya di Brebes, dubbed the best salted eggs in town, lalu kami mengantri di jalur Pantura rute, teruuuus sampe Bekasi.


Satu yang saya pelajari, pada masa libur lebaran, jika ada pilihan jalur alternatif, pilihlah. Karena bisa dipastikan jalannya akan lancar jaya dibandingkan jalur utama yang bisa macet berjam-jam. Tidak usah kuatir, sesepi-sepinya jalur alternatif, pada musim libur lebaran, akan banyak penunjuk jalan tambahan yang dipasang dan petugas polisi berjaga, meski tidak sebanyak di jalur utama.

Akhirnya kami sampai kembali ke rumah dan sampai sekarang saya masih merasa, inilah perjalanan musim libur lebaran terproduktif yang pernah kami jalani

0 comments: