Menimbang Nasi Jamblang

14.38.00 Febry Meuthia 2 Comments

Nasi Jamblang adalah salah satu kuliner khas Cirebon.

Penganan ini terdiri dari sekepal nasi yang dibungkus daun jamblang, dari sinilah nama nasi jamblang itu didapat, jadi bukan nasi berlauk buah jamblang (juwet, kalo orang Surabaya bilang) , ataupun nasi dengan kuah jamblang, yang membayangkannya saja sudah membuat nyengir. Kebayang rasa asam, sedikit sepat dari buah jamblang yang rasanya ga mungkin bersatu dengan nasi. Mungkin bisa jika dijadikan sambal, entahlah saya juga belum pernah merasakan.

Sekepal nasi yang dibungkus daun jamblang ini diletakkan di atas piring, diberi sambal goreng merah dengan citarasa pedas manis, dimakan bersama berbagai lauk pauk. Default nya adalah semur. Bisa semur tahu, daging, lidah, empal bahkan jengkol. Tumis balakutak, baby octopus yang dimasak dengan tinta. Tempe goreng kering, perkedel dan lain-lain.


Pertama kali saya mencicipi nasi jamblang adalah saat saya berwisata naik kereta api ke Cirebon bersama adik saya Novi dan si anak lanang Raafi, beberapa tahun yang lalu. Saat meminta rekomendasi sopir mobil sewaan, tentang nasi jamblang ini, pak sopir mengantar kami ke salah satu warung nasi jamblang yang cukup terkenal di Cirebon yakni Nasi Jamblang Mang Dul.

Sayangnya perkenalan pertama kami dengan nasi jamblang ini tidak terlalu mulus. Entah karena terlalu ramai, kami datang terlambat, atau bagaimana, lauk  yang tersisa tidak terlalu banyak lalu kami merasa makanan yang kami santap dingin dan anyep. Adik saya Novi langsung memutuskan bahwa dia tidak menyukai nasi jamblang.

Percobaan kedua saya dan Raafi dengan nasi jamblang adalah saat kami melakukan perjalanan singkat roadtrip sampai Solo, dimana Raafi dengan bekal komik "Tiga Manula di Pantura" mengajak kami merekonstruksi apa yang ada di halaman komik karangan Beni tersebut.

Kami menunjukan gambar di buku komik tersebut kepada petugas hotel "mbak, kalo diliat dari gambar ini, kira-kira ini nasi jamblang apa dan dimana?" Si mbak petugas hotel meneliti sebentar kemudian tanpa ragu mengatakan bahwa itu adalah nasi jamblang Bu Nur yang berlokasi di Cangkring, jln Pelajar Pejuang.  Hehe, kredit untuk Beni yang berhasil mengcapture dengan tepat tempat-tempat yang dia gambarkan di komiknya.


Berbeda dengan pertemuan pertama yang tidak berkesan, Nasi Jamblang bu Nur ini ternyata pantas dipujiken. Nasi jamblangnya panas dan pulen, dan lauk pauk yang tersedia selain membangkitkan selera memang lezat. Semur lidahnya luar biasa empuk, bahkan nyaris lumer ketika masuk mulut, balakutaknya terasa segar tidak bau amis dan dibumbui dengan sempurna, otak sapi goreng juga lezat, ditambah pepes rajungan yang nyaris tidak terlihat dagingnya tapi sangat terasa rajungannya. Pokoknya semua perfect.


Belum lama ini saya kembali ke Cirebon, dan untuk mencoba tetap fair, saya memutuskan untuk sekali lagi merasakan nasi jamblang mang Dul, siapa tahu waktu itu memang waktu berkunjung saya yang salah. Siapa tahu waktu itu memang kami sudah kenyang jadi tidak bisa merasakan makanan dengan adil.

Kebetulan kami menginap di hotel yang berlokasi persis di seberang Grage mal, sehingga hanya perlu berjalan kaki saja menuju nasi jamblang Mang Dul. Jumat malam, dan hampir larut, warung nasi jamblang mang Dul tetap ramai seperti kali pertama saya datang. Satu nasi jamblang dengan lauk otak sapi goreng, semur daging dan perkedel saya santap berdua suami, sayang kami tidak kebagian balakutak yang sudah habis.

Suap demi suap dilanjutkan kunyahan berikutnya, berusaha untuk tetap fair untuk merasakan, akhirnya saya tetap pada kesimpulan pertama, katakan saja saya bukan fans nasi jamblang mang Dul. Buat kami, nasi jamblang nya terlalu pera, otak sapi gorengnya juga tidak terlalu segar, semur dagingnya lumayan.

Keluar dari mang dul, kami kemudian memutuskan mencoba nasi jamblang Mami Pitri, sebuah tenda kakilima di depan hotel. Keliatannya nasi jamblang mami Pitri ini cuma buka malam hari saja. Mami Pitri duduk di tengah dikelilingi baskom-baskom berisi lauk pauk teman makan nasi jamblang.

Satu nasi jamblang dengan lauk yang sama, semur daging, otak sapi goreng, balakutak, tempe goreng kering kami pesan untuk dinikmati berdua. Ciyeeeeee.


Dan kamipun sependapat bahwa nasi jamblang mami pitri lebih kami sukai daripada mang dul. Tapi masih dibawah nasi jamblang Bu Nur. Satu hal yang membuat nasi jamblang mami pitri ini kurang nilainya dibanding Bu Nur, selain rasanya adalah sistem antriannya yang lama. Saat ramai artinya kita akan menunggu lama, mami pitri menyiapkan piring nasi, membuka bungkus jamblang dan mengambilkan lauk pauk yang kita inginkan, kemudian setelah makan kita harus antri lagi untuk berhitung membayar.

Masih banyak warung nasi jamblang yg harus saya datangi lagi, tapi dari ketiga tempat ini, Mang Dul. Bu Nur dan Mami Pitri, setelah timbang, saya berani bilang, sejauh ini favorit saya adalah Bu Nur

2 komentar:

  1. Lain kali coba makan nasi jamblang di Jamblang (nama daerah) tante Feb, biar makin banyak referensinya :)

    BalasHapus
  2. Mampusss bikin ngiler kangen empal genthong #gagalFokus

    BalasHapus